Seluruh Jajaran Pendidikan, Guru dann Karyawan SD N 2 TAMANREJO UPTD DINAS DIKPORA Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal
mengucapkan :
SELAMAT IDUL FITRI 1429 H. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design

DELAPAN KECERDASAN



Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Harvard University, menemukan bahwa sebenarnya manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan. Howard menyebutnya sebagai kecerdasan majemuk atau multiple intelligence.

Mula-mula Howard menemukan tujuh kecerdasan, namun dalam perkembangan selanjutnya, ia berhasil menemukan satu kecerdasan lagi. Sehingga sampai hari ini diperkirakan setiap manusia memiliki delapan jenis kecerdasan.

Kedelapan jenis kecerdasan itu adalah:
1.    Kecerdasan Linguistik (word smart)
2.    Kecerdasan Spasial (picture smart)
3.    Kecerdasan Matematis (logic smart)
4.    Kecerdasan Kinestetis (body smart)
5.    Kecerdasan Musik (music smart)
6.    Kecerdasan Interpersonal (people smart)
7.    Kecerdasan Intrapersonal (self smart)
8.    Kecerdasan Naturalis (nature smart)
Setiap manusia memiliki semua jenis kecerdasan itu, namun hanya ada beberapa yang dominan atau menonjol dalam diri seseorang.

Kita sering kali menganggap bahwa orang yang memiliki kecerdasan matematis (logic smart) sebagai orang yang pintar. Namun, survei membuktikan bahwa mereka yang dulunya terkenal nakal dan bandel di kelas, justru pada saat bekerja bisa sukses dan menjadi pemimpin atas orang-orang yang dikenal rajin dan pandai di kelas. Mengapa bisa demikian?

Mereka yang nakal dan bandel itu bukanlah bodoh, tetapi mereka memang tidak menonjol dalam kecerdasan matematis dan mungkin menonjol dalam jenis kecerdasan yang lain.

Kita perlu mengetahui kecerdasan dominan kita, sehingga kita dapat lebih mengembangkannya. Artikel-artikel selanjutnya akan membahas tentang delapan jenis kecerdasan tersebut.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 106 – 107.
Picture Smart
Definisi:
Kecerdasan spasial atau kecerdasan gambar. Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat mudah mengingat gambar, dan memiliki imajinasi yang kuat. Apabila ia membayangkan sesuatu, bayangan itu tergambar dengan jelas dalam pikirannya.

Umumnya orang dengan kecerdasan ini juga memiliki kemampuan dalam menggambar. Biasanya orang-orang yang memiliki picture smart adalah para seniman.

Kelebihan para pemilik picture smart, selain terletak pada imajinasinya juga pada matanya. Mata mereka biasanya peka atau jeli menangkap hal-hal yang tidak dilihat oleh orang lain.

Ciri-ciri:
Tidak mengalami kesulitan dalam membaca peta, lebih tertarik pada gambar daripada tulisan, peka terhadap warna, suka fotografi atau videografi, mampu membayangkan sebuah benda dilihat dari berbagai sudut, suka mencoret-coret bila sedang bertelepon atau berbicara dengan orang, suka bermain puzzle, suka menyederhanakan sesuatu menjadi gambar, gemar membaca komik, imajinatif (mudah membayangkan), peka terhadap tata letak (interior, majalah, dsb), suka menggambar.

Pengembangan:
Lebih banyak menggambar. Jika anda sedang belajar, cobalah untuk menggambar poin-poin penting yang anda dapatkan, karena anda akan lebih mudah mengingatnya. Jika anda sedang menulis catatan apa saja, cobalah untuk menambahkan gambar-gambar yang berhubungan dengan catatan anda. Lebih baik lagi jika anda membuat catatan harian (diary) berupa sketsa. Banyaklah membaca buku-buku yang memuat berbagai visualisasi menarik (buku-buku desain, fotografi, dsb).

Kecerdasan lain yang mendukung:
Kecerdasan lain yang paling mendukung adalah nature smart. Biasanya alam adalah sumber inspirasi yang tak terbatas bagi para seniman. Dalam dunia kerja, dibutuhkan juga berbagai kecerdasan lain untuk menunjang picture smart anda. Biasanya logic smart juga dibutuhkan untuk menunjang picture smart anda. Bahkan seorang desainer grafis juga membutuhkan word smart dalam pekerjaannya.

Pekerjaan yang sesuai:
Desainer grafis, arsitek, desainer interior, pemahat/pematung, fotografer, kamerawan, ilustrator, komikus, pelukis, desainer produk, animator, dan sebagainya.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 108 & 112.
 
Word Smart
Definisi:
Kecerdasan linguistik atau kecerdasan bahasa. Orang yang memiliki kecerdasan ini pandai mengolah kata-kata. Sebagian di antara mereka pandai berkata-kata (misalnya: presenter, rohaniwan, pendongeng, mc, dsb). Sebagian lagi pandai menulis (misalnya: novelis, penulis buku, dsb). Tetapi cukup banyak juga yang menguasai keduanya.

Ciri-ciri:
Suka membaca, gemar menulis (puisi, cerpen, novel, diary, dsb), suka bermain scrable atau mengisi TTS, pandai bercerita, suka memelesetkan atau memarodikan kata-kata, lebih suka mendengar secara lisan (auditory), mudah mengingat kata-kata aneh, suka menghibur orang lain atau diri sendiri dengan serangkaian kata/kalimat, suka berintonasi dalam berkata-kata, punya banyak perbendaharaan kata, mudah menemukan kejanggalan bahasa dalam tulisan atau kata-kata orang lain, suka menghabiskan waktu di toko buku.

Pengembangan:
Cara utama untuk mengembangkan kecerdasan ini adalah dengan membaca berbagai buku, majalah, dan litaratur lainnya. Ada baiknya membiasakan diri menulis sesuatu (pengalaman hidup sehari-hari, atau apa pun yang didapat ketika membaca sesuatu, menonton film, atau bersaat teduh).

Kecerdasan lain yang mendukung:
Akan lebih baik jika ditunjang dengan pengembangan self smart, logic smart, dan people smart. Ketiga kecerdasan itu akan lebih meningkatkan kemampuan anda dalam mengolah kata, serta memperluas wawasan anda.

Pekerjaan yang sesuai:
MC, pembawa acara, rohaniwan, trainer, penyiar radio, guru, editor, story teller, public relations, sastrawan, penulis, copywriter, pelawak.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 108 & 111.
 
Logic Smart
Definisi:
Kecerdasan matamatis atau kecerdasan logika. Orang yang memiliki kecerdasan ini biasanya unggul dalam pelajaran-pelajaran IPA, seperti fisika dan matematika. Orang dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan analisis yang kuat dan dapat berpikir secara teratur, bahkan pola pikirnya cenderung kaku.

Orang logic smart adalah orang yang realistis dan selalu mencari jawaban atas berbagai pertanyaan. Tetapi harus diwaspadai karena biasanya orang logic smart cenderung mencari alasan terhadap segala sesuatu, sehingga mereka sulit memercayai Tuhan yang ajaib.

Atheis umumnya terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang-orang yang kecewa terhadap Tuhan atau agama. Kelompok kedua adalah orang-orang logic smart yang mencoba menganalisis Tuhan dan mencari penjelasan-penjelasan.

Ciri-ciri:
Unggul dalam matematika dan fisika, suka bertanya ‘kenapa’ terhadap segala sesuatu, mudah menghafal angka, suka menganalisis sesuatu, yakin bahwa segala sesuatu ada sebab/alasannya, tertarik pada teknologi dan berbagai penemuan terbaru, suka cerita detektif/misteri, bertindak secara kronologis/teratur/berurutan, suka berandai-andai, suka berdebat; senang melakukan penelitian, eksperimen, atau survei; menyukai film-film fiksi ilmiah (science fiction).

Kecerdasan lain yang mendukung:
People smart guna menambah wawasan dan teman, supaya tidak dianggap kutu buku dan orang aneh. Nature smart juga perlu guna memancing otak anda untuk menemukan berbagai pertanyaan yang bisa memperkaya pengetahuan anda. Music smart, karena konon katanya musik bisa merangsang kerja otak manusia menjadi lebih maksimal. Cocok bagi mereka yang gemar ‘memeras’ otak.

Pekerjaan yang sesuai:
Ilmuwan, guru/pengajar sains, akuntan, analis data, programmer, ekonom, ahli teknik (mesin, sipil, elektro, kimia), peneliti, ahli statistik.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 108 & 113.
Body Smart
Definisi:
Kemampuan untuk mengendalikan gerakan, keseimbangan, koordinasi, dan ketangkasan bagian-bagian tubuh. Umumnya orang dengan body smart sangat menyukai olahraga dan suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mengandalkan fisik.

Orang body smart hampir tidak bisa berdiam diri dan cukup aktif. Namun, kecerdasan tubuh bukan hanya soal olahraga dan stamina fisik saja. Kemampuan berperan dan menirukan perilaku tertentu juga termasuk keahlian yang dimiliki oleh orang-orang dengan kecerdasan tubuh. Pernahkah anda melihat orang yang suka mengotak-atik sesuatu (misalnya mesin, peralatan elektronik, atau menjahit bagi yang wanita)? Bisa jadi mereka juga orang-orang yang memiliki body smart.

Ciri-ciri:
Suka berolahraga, bisa menirukan perilaku atau gerak-gerik orang lain, suka menari, suka kegiatan luar ruang, tidak betah duduk diam dalam waktu yang lama, menyukai kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan, ketika berpikir biasanya harus bergerak; ketika berbicara, banyak anggota tubuh yang bergerak; malas membaca, suka pekerjaan keluar kantor, memiliki kekuatan fisik dan stamina yang lebih tinggi dibanding orang lain, suka kegiatan yang berbahaya (misalnya bungee jumping).

Pengembangan:
Berolahraga! Selain itu bagi yang suka prakarya (pekerjaan tangan), cobalah untuk mengembangkan hobi tersebut. Bagi yang pria, bisa mulai belajar mengotak-atik mesin atau peralatan elektronik. Sedangkan bagi yang wanita, mulailah membuat berbagai pernak-pernik dan aksesoris. Cukup banyak buku keterampilan yang dapat dipelajari, mulai dari origami, clay, menjahit, lipat-melipat, dan sebagainya.

Kecerdasan lain yang mendukung:
Secara tidak langsung tidak ada kecerdasan lain yang secara spesifik diperlukan. Tergantung bidang pekerjaan terkait. Misalnya untuk olahragawan, logic smart juga diperlukan untuk menganalisis kemampuan dan kelemahan lawan, serta menyelidiki situasi lapangan dan kondisi lingkungan. Dengan memiliki kemampuan analisis yang baik, sang olahragawan dapat menyiapkan strategi terbaik guna meningkatkan kemungkinannya untuk berhasil.

Pekerjaan yang sesuai:
Atlet, penari, perajin, pesulap, penata rambut, penjahit, aktor, stuntman, montir, dan sebagainya.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 109 & 115.
Music Smart
Definisi:
Rasanya tidak perlu dijelaskan lagi. Bagi anda yang sangat menyukai musik dan punya bakat di bidang musik, sudah pasti anda adalah orang yang memiliki kecerdasan musik.

Ciri-ciri:
Suka bersiul, mudah menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara fals/sumbang, suka bekerja sambil bernyanyi atau bersenandung, sangat berminat untuk mengetahui perkembangan musik dunia, mengenal berbagai jenis irama musik, punya keinginan untuk menguasai lebih dari satu jenis alat musik, merasa tidak bisa hidup tanpa musik, memiliki suara yang merdu, tertarik pada sesuatu yang menghasilkan bunyi-bunyian; bila mendengar musik, ada anggota tubuh yang mengikuti irama.

Pengembangan:
Banyaklah mendengar berbagai jenis musik. Berusahalah menguasai sebanyak mungkin alat musik, tetapi harus ada satu alat musik yang dikuasai hingga mahir. Bentuklah sebuah band dan berlatihlah bersama-sama. Ikut kursus atau mencari seorang guru juga akan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan musik anda. Jika ada waktu luang dan sedang dalam suasana hati yang baik, cobalah untuk menciptakan lagu sendiri.

Kecerdasan lain yang mendukung:
Secara langsung hampir tidak ada kecerdasan lain yang dibutuhkan. Tetapi secara tidak langsung body smart, self smart, word smart, picture smart, dan nature smart juga dibutuhkan dalam mengembangkan music smart anda.

Body smart dibutuhkan karena anda membutuhkan keterampilan tangan dan koordinasi tubuh untuk memainkan alat musik (kecuali vokalis tentunya). Self smart dan word smart bagus bagi anda yang suka menciptakan lagu. Picture smart atau nature smart bagus untuk mengembangkan otak kanan anda, karena bermain musik juga menggunakan otak kanan.

Pekerjaan yang sesuai:
Tentunya semua yang berhubungan dengan musik, mulai dari menjadi pemain musik, vokalis, pembuat jingle, arranger, pencipta lagu, dan sebagainya.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 109 & 114.
People Smart
Definisi:
Orang dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan sosial yang tinggi. Mudah berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, orang dengan kecerdasan ini sanggup menempatkan diri dan membaca situasi orang-orang di sekitarnya. Ia bisa dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kegiatan-kegiatan berkelompok akan lebih disukai.

Ciri-ciri:
Mudah berteman, suka bertemu dengan orang-orang atau kenalan baru, suka bekerja dalam kelompok, suka kegiatan sosial, berusaha ‘maha hadir’ (suka bila dibutuhkan oleh orang lain), tidak betah berada di rumah sendirian, banyak berbicara, dalam menghadapi masalah cenderung meminta bantuan orang lain, suka memotivasi orang lain, senang berada dalam keramaian, bisa mengatur atau memimpin sekelompok orang, menyukai permainan yang dilakukan bersama (monopoli, kartu, dsb).

Pengembangan:
Bergaullah dengan berbagai orang seluas-luasnya dan pelajarilah karakter-karakter mereka. Belajarlah melihat apa yang mereka sukai dan apa yang tidak mereka sukai. Ini akan membantu anda membangun hubungan dengan orang-orang baru. Ikutlah dalam berbagai organisasi dan banyaklah terlibat dalam berbagai perkumpulan yang membangun hidup anda. Perluaslah wawasan anda, sehingga ketika bertemu dengan banyak orang, anda punya banyak bahan untuk didiskusikan dan diceritakan.

Kecerdasan lain yang mendukung:
Yang terutama adalah word smart. Dengan pengolahan kata-kata yang baik, kemampuan sosial anda akan semakin efektif. Kecerdasan lain juga dibutuhkan, namun tergantung pada jenis pekerjaan yang anda miliki.

Pekerjaan yang sesuai:
Pengusaha, public relations, psikolog, konselor, marketing, politikus, trainer, aktivis sosial, reporter, sosiolog, dsb.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 109 & 116.
Self Smart
Definisi:
Seorang self smart adalah orang yang bisa memahami diri sendiri. Ia tahu tujuan hidupnya, punya target-target yang ingin dicapai, mengerti apa potensi dan kelemahan-kelemahan yang ia miliki. Selain itu, orang dengan kecerdasan ini akan selalu mengintrospeksi diri dan menarik pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Sebenarnya ini adalah jenis kecerdasan yang harus dikembangkan oleh semua orang hingga maksimal. Kecerdasan ini sangat diperlukan untuk mengambil berbagai keputusan penting dalam hidup kita dan untuk menghadapi berbagai masalah yang timbul.

Ciri-ciri:
Suka bekerja seorang diri, bisa memegang teguh pendirian meski banyak yang melawan, cenderung masa bodoh (cuek), sering mengintrospeksi diri, mengerti kekuatan dan kelemahan diri sendiri, secara berkala suka memikirkan masa depan dan rencana-rencana hidup, realistis, bisa menghadapi kegagalan dan kemunduran dengan tabah, biasanya dianggap orang yang bijaksana, suka membaca buku-buku pengembangan diri, bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi, lebih suka berwiraswasta (usaha sendiri) daripada kerja ikut orang.

Pengembangan:
Saat teduh adalah hal yang sangat efektif untuk mengembangkan self smart anda. Secara berkala evaluasilah diri anda. Bertanyalah pada diri sendiri, “Apa tujuan hidup saya?”, “Apa yang ingin saya capai dalam waktu dekat maupun jangka panjang?”, “Apa potensi dan kekuatan yang saya miliki?” Cara lain untuk mengembangkan self smart anda adalah dengan menyediakan waktu untuk merenung. Kemudian catatlah hasil perenungan anda.

Kecerdasan lain yang mendukung:
Kecerdasan lain berguna untuk mempermudah pengembangan self smart kita. Misalnya, orang yang memiliki music smart akan lebih mudah merenung bila disertai dengan iringan lagu. Orang dengan nature smart bisa lebih mudah melakukan introspeksi saat berada di alam terbuka. Orang dengan picture smart bisa menuangkan hasil perenungannya dalam bentuk gambar agar lebih mudah diingat.

Pekerjaan yang sesuai:
Semua pekerjaan membutuhkan self smart agar kita dapat mencapai potensi maksimal dalam pekerjaan kita.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 110 & 117
Nature Smart
Definisi:
Secara sederhana, orang dengan nature smart adalah orang yang sangat menyukai alam dan lingkungannya. Ia sangat suka bepergian dan segala macam kegiatan luar ruang. Biasanya seorang nature smart juga suka memelihara binatang atau merawat tanaman.

Ciri-ciri:
Suka bepergian atau hiking (naik gunung), tertarik pada objek wisata pantai dan pegunungan, gemar memasak, suka fotografi atau videografi, suka menonton acara televisi tentang flora atau fauna, mudah mengingat detail sebuah lokasi, suka berkemah di alam terbuka, menikmati liburan ke taman safari atau kebun binatang, peduli terhadap lingkungan hidup, suka mengikuti organisasi pencinta alam, tertarik dengan jenis binatang atau tumbuhan yang aneh, suka berkebun.

Pengembangan:
Bagi penggemar flora, anda bisa membuat kebun sendiri dan mengumpulkan berbagai jenis tanaman. Bagi penggemar binatang, cobalah memelihara binatang tertentu. Banyaklah membaca buku tentang flora dan fauna. Bergabunglah dengan berbagai perkumpulan yang sering mengadakan hiking, jalan-jalan di alam terbuka, dan sebagainya.

Kecerdasan lain yang mendukung:
Body smart, karena anda membutuhkan stamina yang cukup kuat untuk naik gunung atau berkemah di alam terbuka. Selain itu, kecerdasan lain tidak berpengaruh secara langsung pada seorang nature smart.

Pekerjaan yang sesuai:
Arkeolog, astronom, ahli botani, ahli biologi, peneliti lingkungan, florist, arsitek lanskap, pelaut, dokter hewan, fotografer alam, dan sebagainya.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 110 & 118.
Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah.
Berbagi ilmu dari Profesor Gardner yang telah menemukan teori kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligences, bahwa ada banyak kecerdasan yang dimiliki setiap orang. Teori ini juga menekankan pentingnya “model” atau teladan yang sudah berhasil mengembangkan salah satu kecerdasan hingga puncak.
Dalam buku konsep dan makna pembelajaran (Sagala, 2005 : 84) memaparkan 8 kecerdasan yaitu kecerdasan verbal/bahasa, kecerdasan logika/matematika, kecerdasan spasial/visual, kecerdasan tubuh/kinestetik, kecerdasan musical/ritmik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spiritual.
Mari kita bahas satu per satu kecerdasan di atas. Selain penjelasan bentuk kecerdasan, juga dikaitkan dengan pelajaran yang diajarkan di sekolah serta tokoh atau profesi yang memiliki kecerdasan tersebut.
1.    Kecerdasan Verbal (Bahasa)
Bentuk kecerdasan ini dinampakkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks.
Berkaitan dengan pelajaran bahasa. William Shakespeare, Martin Luther King Jr, Soekarno, Putu Wijaya, Taufiq Ismail, Hilman “Lupus” Hariwijaya merupakan tokoh yang berhasil menunjukkan kecerdasan ini hingga puncak, demikian pula para jurnalis hebat, ahli bahasa, sastrawan, orator pasti memiliki kecerdasan ini.
1.    Kecerdasan Logika/Matematika
Bentuk kecerdasan ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diukur. Kecerdasan ini sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bisa melihatnya dalam diri ahli sains, programmer komputer, akuntan, banker dan tentu saja ahli matematika.
Berkaitan dengan pelajaran matematika. Tokoh2 yang terkenal antara lain Madame Currie, Blaise Pascal, B.J. Habibie.
1.   Kecerdasan Spasial/Visual
Bentuk kecerdasan ini umumnya terampil menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup berpikir tiga dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual.
Kecerdasan ini dapat ditemukan pada pelukis, pematung, programmer komputer, desainer, arsitek.
Berhubungan dengan pelajaran menggambar. Tokoh yang dapat diceritakan berkaitan dengan kecerdasan ini, misalnya Picasso, Walt Disney, Garin Nugroho.
1.   Kecerdasan Tubuh/Kinestetik
Bentuk kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas2 seperti menari, melakukan pantomim, berolahraga, seni bela diri dan memainkan drama.
Sebut saja Michael Jordan, Martha Graham (penari balet), Susi Susanti. Kecerdasan ini berkaitan dengan pejaran olahraga atau kegiatan ekstrakurikuler seperti menari, bermain teater, pantomim.
1.    Kecerdasan Musical/Ritmik
Bentuk kecerdasan ini mendengarkan pola musik dan ritmik secara natural dan kemudian dapat memproduksinya. Bentuk kecerdasan ini sangat menyenangkan, karena musik memiliki kapasitas unutk mengubah kesadaran kita, menghilangkan stress dan meningkatkan fungsi otak.
Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler. Tokoh2 yang sudah mengembangkan kecerdasan ini misalnya Stevie Wonder, Melly Goeslow, Titik Puspa.
1.   Kecerdasan Interpersonal
Bentuk kecerdasan ini wajib bagi tugas2 ditempat kerja seperti negosiasi dan menyediakan umpan balik atau evaluasi. Berkaitan dengan pelajaran PPKn, sosiologi.
Manajer, konselor, terapis, politikus, mediator menunjukkan bentuk kecerdasan ini. Mereka biasanya pintar membaca suasana hati, temperamen, motivasi dan maksud orang lain. Abraham Lincoln dan Mahatma Gadhi memanfaatkan kecerdasan ini untuk mengubah dunia.
1.   Kecerdasan Intrapersonal
Bentuk kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian. Kita sering menamai kecerdasan ini dengan kebijaksanaan.
Berkaitan dengan jurusan psikologi atau filsafat. Tokoh2 sukses yang dapat dikenalkan untuk memperkaya kecerdasan ini adalah para pemimpin keagamaan dan para psikolog.
1.    Kecerdasan Spiritual
Bentuk kecerdasan ini dapat dipandang sebagai sebuah kombinasi dan kesadaran interpersonal dan kecerdasan intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai” yang ditambahkan padanya.
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah, yang menuntun diri kita menjadi manusia yang utuh, berada pada bagian yang paling dalam diri kita.
Dengan beragamnya kecerdasan manusia, menjadikan peran guru amat penting untuk memberikan arahan pada apa yang cocok dan sesuai bagi para siswanya.
  Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design

IQ, EQ dan SQ, Dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk


Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (193  dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius (Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).
Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut, ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek “non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience).
Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin Makmun, 2003).
Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan, pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).
Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.
Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri. Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial (Ari Ginanjar, 2001).
Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .
Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).
Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?
Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik) !
Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguhnya (real achievement).
Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener, tur pinter.
Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”

Oleh : AKHMAD SUDRAJAT, M. Pd

Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Akhmad Sudrajat. 2006. Psikologi Pendidikan. Kuningan : PE-AP Press
Ary Ginanjar Agustian. 2001. ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam; Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Sipritual. Jakarta : Arga.
Basyar Isya. 2002. Menjadi Muslim Prestatif. Bandung : MQS Pustaka Grafika
Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning for The 21st Century (terj. Dedi Ahimsa). Bandung : Nuansa.
Daniel Goleman.1999. Working With Emotional Intelligence. (Terj. Alex Tri Kancono Widodo), Jakarta : PT Gramedia.
E.Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Gendler, Margaret E. 1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan Publishing.
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.
  Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design

MENGEMBANGKAN KECERDASAN MAJEMUK


Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ?...
Sebagai orang tua masa kini, kita seringkali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci untuk kesuksesan hidup di masa depan.

Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya.

Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa?

Kemudian, apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa depannya?

Jawabannya adalah: Prestasi dalam Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence), dan BUKAN HANYA prestasi akademik.

Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdasannya yang majemuk itu.

9 Jenis Kecerdasan
Dr. Howard Gardner, peneliti dari Harvard, pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan 8 jenis kecerdasan yang meliputi (saya memasukkan kecerdasan Spiritual walaupun masih diperdebatkan kriterianya):

Cerdas Bahasa – cerdas dalam mengolah kata
Cerdas Gambar – memiliki imajinasi tinggi
Cerdas Musik – cerdas musik, peka terhadap suara dan irama
Cerdas Tubuh – trampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas Matematika dan Logika – cerdas dalam sains dan berhitung
Cerdas Sosial – kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas Diri – menyadari kekuatan dan kelemahan diri
Cerdas Alam – peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual – menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta

Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri.

Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk tersebut. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol.

Albert Einstein, terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni, arsitektur, matematika dan fisika.

Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru PERAN ORANG TUA dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung JAUH LEBIH PENTING dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.

Jadi, untuk menjamin masa depan anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Ayah-Ibu HARUS berusaha sebaik mungkin untuk menemukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing anak. Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design

MENUJU MASYARAKAT PEDULI PENDIDIKAN DASAR DENGAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ANAK MELALUI PENGEMBANGAN MANAJEMEN PENGELOLAAN SEKOLAH



MENUJU MASYARAKAT PEDULI PENDIDIKAN DASAR DENGAN MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ANAK
MELALUI PENGEMBANGAN MANAJEMEN
PENGELOLAAN SEKOLAH



Oleh :

PURWANTI SM/131959269/SDN 2 TAMANREJO




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dasar sebagai landasan pendidikan bertujuan memberikan bekal minimal kepada warga bangsa sebagai dasar untuk mengisi kehidupannya dan khususnya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah bersama orang tua dan masyarakat berupa penyempurnaan kurikulum, penataran guru, penyediaan buku pelajaran, maupun penyediaan gedung dan fasilitas pendidikan lainnya. Walaupun demikian ada satu hal yang belum banyak disentuh secara optimal, yaitu manajemen pengelolaan sekolah. Manajemen pengelolaan sekolah pada dasarnya adalah suatu media untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif, yaitu pekerjaan yang efektif dan efisien. Manajemen pengelolaan sekolah yang baik akan mampu mengelola berbagai sumber daya sekolah yang akhirnya akan dimungkinkan hasil belajar murid baik ( Denny H, 1993 ).
Orang yang menjalankan fungsi manajemen secara keseluruhan disebut manajer. Aplikasi pada tingkat sekolah sebagai manajernya adalah kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan penggunaan sarana dan prasarana termasuk yang menjalankan dan mengoptimalkan fungsi – fungsi manajemen. Kegiatan ini harus dilakukan secara profesional dan pemberdayaan sumber daya manusia sebagai prasyarat mutlak yang harus dipenuhi untuk keberhasilan setiap kegiatan sehingga akan berhasil dan berdaya guna dengan kualitas optimal.
Kegiatan ini berlandaskan pada asumsi bahwa sekolah akan meningkat mutunya jika kepala sekolah, guru dan masyarakat termasuk orang tua siswa diberi kewenangan yang cukup besar untuk mengelola urusannya sendiri termasuk perencanaan dan pengelolaan kemajuan sekolah, proses belajar mengajar menjadi aktif dan menarik, para pendidiknya lebih ditingkatkan kemampuannya dan masyarakat sekitar sekolah ikut aktif dalam urusan persekolahan secara umum.
Keberhasilan sekolah dasar dalam memberikan pendidikan pada muridnya tidak hanya diukur daari kuantitas lulusan, tetapi lebih penting adalah kualitasnya. Kualitas yang dihasilkan dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa didik.
Untuk itu maka sangat perlu sekali jika kita menerapkan pola manajemen yang profesional. Dengan adanya manajemen pengelolaan sekolah yang baik ini diharapkan tiap sekolah dapat meningkatkan dan mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menulis makalah dengan judul “Menuju Masyarakat Peduli Pendidikan Dasar dengan Meningkatkan Mutu Pendidikan Anak Melalui Pengembangan Manajemen Pengelolaan Sekolah”.


B. PERMASALAHAN

Adapun masalah yang penulis ajukan adalah bagaimanakah strategi menuju masyarakat peduli pendidikan dasar dengan meningkatkan mutu pendidikan anak melalui pengembangan manajemen pengelolaan sekolah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Manajemen pengelolaan sekolah dapat dipandang sebagai suatu proses penentu dan penyusunan rencana program-program kegiatan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang secara sitematis berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data yang terkait serta lainnya (misalnya dana, sarana, prasarana, metode, teknik) dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian upaya anggota organisasi, dan proses penggunaan lain-lain sumber daya organisasi untuk tercapaianya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Denny M (1993)
Sedangkan Engkoswara (1987) istilah manajemen sering digunakan secara bergantian dengan administrasi. Dikaji dari bidang garapannya, terdapat bermacam-macam administrasi diantaranya adminitrasi pendidikan. Pengertian Administrasi Pendidikan adalah Ilmu yang mempelajari penataan sumber daya pedidikan, yaitu manusia, kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal serta penciptaan suasana yang baik bagi manusia yang menjalaninya . Berdasarkan pengertian itu, maka dikaitkan dengan sekolah dasar sebagai organisasi pendidikan, proses yang terdapat dalam manajemen diarahkan pada anggota organisasi pendidikan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya pendidikan demi suksesnya pencapaian tujuan pendidikan.
Dengan demikian manajemen pengelolaan sekolah adalah proses perencanaan, pengorganisasian, seorang pemimpin sebagai upaya mengendalikan anggota organisasi, dan proses penggunaan lain-lain sumber daya organisasi untuk tercapaianya tujuan organisasi berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data yang terkait serta lainnya (misalnya dana, sarana, prasarana, metode, teknik) dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
B. Pengembangan Manajemen Pengelolaan Sekolah

Institusi sekolah dasar sebagian besar belum mempunyai suatu perencanaan yang berkaitan dengan pemilihan tujuan, strategi, kebijaksanaan, program dan prosedur pencapainnya dalam pengelolaaan sekolah. Perencanaan adalah suatu pengambilan keputusan, manakala perencanaan ini menyangkut pilihan di antara beberapa altematif. Tanggung jawab perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan manajemen, baik itu perencanaan tingkat pimpinan atas, pimpinan menengah maupun pimpinan bawah. (Soewarno, 1985)
Rencana-rencana strategis ini sebetulnya sangat dibutuhkan untuk acuan, penuntun arah dalam mengelola sekolah dasar, baik itu rencana yang sifatnya jangka pendek maupun rencana jangka panjang. Jadi dari 'Renstra' (rencana strategi) sekolah dasar akan menjadi jelas visi, misi, tujuan, serta strategi dalam upaya mencapai tujuan, serta ada tolok ukur yang jelas tentang penilaian masing-masing bagian sehingga mutu keluaran maupun mutu pengelolaan termonitor dengan indikator yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka hampir semua urusan pengelolaan manajemen sekolah dasar diserahkan pada daerah. Namun demikian Departemen Pendidikan Nasioanal masih bertangung jawab pada teknis kurikulum yang akan diimplementasikan pada proses belajar mengajar. Sehingga diharapkan untuk manajemen urusan pengadaan, pendayaagunaan dan pengembangan tenaga kependidikan, muatan lokal, kurikulum, pembinaan, buku pelajaran dan peralatan pendidikan tidak lagi menjadi tumpang tindih pengelolaannya.
Pada implementasinya dilapangan kegiatan administrasi pendidikan di sekolah dasar belum terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan masih dijumpai adanya ketidakselarasan, dan ketidakefisienan dalam pengelolaan manajemen sekolah dasar. Ini antara lain disebabkan karena pengelolaan sekolah dasar tidak mencoba menerapkan pola pengelolaan manajemen profesional. Bila kita lihat dari masing-masing fungsinya :
1. Fungsi Perencanaan
Institusi sekolah dasar sebagian besar belum mempunyai suatu perencanaan yang berkaitan dengan pemilihan tujuan, strategi, kebijaksanaan, program dan prosedur pencapainnya dalam pengelolaaan sekolah. Perencanaan adalah suatu pengambilan keputusan, manakala perencanaan ini menyangkut pilihan di antara beberapa altematif. Tanggung jawab perencanaan tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan manajemen, baik itu perencanaan tingkat pimpinan atas, pimpinan menengah maupun pimpinan bawah. (Soewarno, 1985)
Perencanaan dapat dipandang sebagai suatu proses penentu dan penyusunan rencana program-program kegiatan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang secara sitematis berdasarkan landasan, prinsip-prinsip dasar dan data yang terkait serta lainnya (misalnya dana, sarana, prasarana, metode, teknik) dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rencana hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Rencana harus jelas
2. Rencana harus realistis
3. Rencana harus terpadu dan sistematis. (Depdikbud 1996 : 5)
Rencana-rencana strategis ini sebetulnya sangat dibutuhkan untuk acuan, penuntun arah dalam mengelola sekolah dasar, baik itu rencana yang sifatnya jangka pendek maupun rencana jangka panjang. Jadi dari 'Renstra' (rencana strategi) sekolah dasar akan menjadi jelas visi, misi, tujuan, serta strategi dalam upaya mencapai tujuan, serta ada tolok ukur yang jelas tentang penilaian masing-masing bagian sehingga mutu keluaran maupun mutu pengelolaan termonitor dengan indikator yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Fungsi Pengorganisasian
Menurut Depdikbud (1996:12) Pengorganisasian adalah suatu proses yang menyangkut perumusan, rincian pekerjaan dan tugas dan kegiatan tersebut berdasarkan struktur organisasi formal kepada orang yang memiliki kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya, sebagai persyaratan bagi terciptanya kerjasama yang harmonis dan optimal ke arah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. Pengorganisasian ini menyangkut identifikasi, mengkaji menentukan memberikan informasi dan mengupayakan saran dan prasarana termasuk tenaga, dana yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas dan kegiatan tersebut
Struktur organisasi bukan merupakan tujuan, tetapi alat dalam menyelenggarakan tujuan dari sekolah. Struktur ini harus sesuai dengan tugas yang menggambarkan pembatasan-pembatasan atau persetujuan-persetujuan yang telah diletakkan oleh pimpinan terhadap seseorang yang bekerja dalam suatu institusi sekolah.
Sekolah dasar di Kecamatan Pageruyung secara bagan struktur organisasi mungkin sebagian sudah memiliki, misalnya ada unsur Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Kelas dan sebagainnya. Namun demikian jarang yang secara bersama-sama dan tertulis yang operasionalnya diwujudkan dalam suatu uraian tugas yang jelas dari masing-masing bagian tersebut. Bila institusi sekolah dasar tersebut punya uraian tugas masing-masing bagian, maka akan tergambar bagaimana hubungan antar bagian sehingga ini akan memudahkan pekerjaan dan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal, tidak ada kesan sentralistik pengelolaan.

3. Fungsi Menggerakan.
Fungsi ini perlu dilakukan kepala sekolah karena:
1. Adanya kenyataan bahwa seorang akan melakukan sesuatu pekerjaan, tugas atau kegiatan apabila ia terdorong untuk memenuhi kebutuhan.
2. Sesudah perencanaan dan pengorganisasian dilakukan, hams ditindak lanjuti dengan pelaksanaan tugas (Depdikbud, 1996:13).
Masalah yang berkaitan dengan mutu guru diungkapkan oleh Soenarko (1991), antara lain :
a. Adanya kecenderungan guru merasa tidak terikat (commited) pada kualitas pengajaran kurun waktu tertentu.
b. Adanya kecenderungan guru merasa tidak begitu penting mengenal individu murid sebagai bagian proses pendidikan.
c. Adanya kecenderungan guru menunjukkan perilaku tidak merasa bersalah meskipun datang terlambat di dalam kelas atau mengakhiri pelajaran sebelum waktunya.
d. Terdapatnya sebagian guru mulai luntur idealismenya karena faktor lingkungan.
Upaya peningkatan kompetensi guru sudah sering dilakukan namun hasilnya juga belum begitu mengembirakan. Semua itu kembali pada sikap mental guru dan belum sempuernanya sistem pengembangan karier guru, maka dengan ditetapkannya jabatan fungsional diharapkan dapat memacu guru untuk meningkatkan kualitas profesionalismenya. Namun, masih perlu diperhatikan bahwa berbagai kendala dilapangan ternayata guru banyak disibukkan dengan pengurusan urusan administratif angka kredit dan para kepala sekolah banyak disibukkan dengan tugas-tugas administrasi ketimbang pekerjaan pembinaan professional guru.
Praktek pengelolaan sekolah nampak masih terdapat kesenjangan secara structural, fungsional dan bihavior, sedangkan bila dilihat dari inti permasalahan manajemen adalah pengambilan keputusan, dalam fungsi ini para pelaksana kegiatan pendidikan di sekolah dasar lebih banyak berperan sebagai pelaksana keputusan dari pimpinan di atasnya. Di era kemandirian dan desentralisasi maka mestinya keputusan harus lebih banyak diberikan kepada administrator sekolah dasar, dengan kata lain para administrator sekolah dasar dapat mampu menjadi tuan rumah disekolahnya.

4. Fungsi Memberikan Arahan
Fungsi ini berlaku sepanjang proses pelaksanaan program kegiatan. Pelaksanaan fungsi ini dapat berupa kegiatan sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan, petunjuk serta gambaran yang jelas tentang tugas, cara kerja dan kegiatan yang harus dilaksanakan tiap guru sehingga juga dapat menghindari penyimpangan.
b. Membangkitkan dan membina rasa tanggungjawab moral pada diri setiap guru atas pekerjaan, tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan.
c. Memberikan perhatian, peringatan serta bimbingan saat guru mengalami kesulitan dan masalah pelaksanaan tugas. (Depdikbud, 1996:1.5)
Profesionalisme pengelolaan sekolah dasar penting agar sumber-sumber daya pendidikan dapat dikelola secara efektif dan efisien, sehingga inisiatif dan kreatifitas administrator sekolah dasar (kepala sekolah) dan guru bisa berkembang. Kepala sekolah adalah seorang manajer di sekolah sehingga harus berfikir kritis dan kreatif termasuk upaya memberikan motivasi, pembinaan guru dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan kemampuan guru, guna pengembangan proses belajar mengajar (Husaini, 1993).
Fungsi pemberian arahan dan pembinaan yang dilakukan selama ini lebih besar penekanannya pada aspek administratif dibandingkan pada aspek edukatif, sehingga fungsi dari pembinaan dan arahan itu sendiri belum berjalan sesuai yang diharapkan. Gambaran tersebut memberikan kesan bahwa manajemen persekolahan yang dilaksanakan masih pragmatis yang masih berorientasi pada pada hal-hal yang sifatnya administratif sedangkan yang sifatnya edukatif terkesampingkan.. Pembinaan belum nampakkan keterpaduan secara menyeluruh dan berkesinambungan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan. Hal ini terlihat pada peran dan fungsi guru yang masih bayak melakukan kegiatan mengajar untuk memenuhi kegiatan administratif semata, akibatnya dalam mengajar pada umumnya hanya menyampaikan pengetahuan statis dari pada berperan atau berfungsi sebagai administrator atau manajer pengajaran.
Kepala sekolah dalam memberikan arahan melalui informasi maupun petunjuk kadang-kadang hanya sebatas pengertian belum dikembangkan dalam praktek pelaksanaannya. Sehingga bagi guru yang tingkat pemahamannya rendah mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam melaksanakan tugas. Misalnya dalam pembuatan administrasi kelas guru hanya ditugasi yang penting dibuat tanpa penjelasan maksud dan kegunaannya. Peran kepala sekolah terlihat lebih banyak sebagai petugas ketatalaksanaan daripada sebagai motivator dan dinamisator persekolahan.
Penilik pendidikan lebih banyak berorientasi pada msalah penilaian tugas rutin dibandingkan dengan melakukan pembinaan yang akan mendorong dan memberikan fasilitas kemampuan belajar mengajar sebagai inti kegiatan organisasi-organisasi persekolahan.
Manajemen pengelolaan sekolah dasar yang demikian masih perlu peningkatan secara sungguh-sunguh dan komprehensif. Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada guru, kepala sekolah dan penilik sekolah dasar disebabkan kurangnya kemampuan manajerial yang mereka miliki, bekal kemampuan manajerial yang harus dimiliki pelaksana pendidikan khususnya dari aspek kepemimpinan. Hal ini berkenaan dengan alasan para pelaksana sekolah khususnya yang melakukan pengelolaan harus dipersiapkan secara professional.

5. Fungsi Pengkoordinasian
Fungsi ini menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak langkah dan memelihara prinsip taat pada asas (konsistensi) pada setiap dan seluruh guru dalam melaksanakan tugas dan kegiatan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan. Hal itu dapat dilaksanakan melalui pembinaan kerjasama antara guru dan antar guru dengan pihak luar yang terkait (Depdikbud, 1996:15)
Fungsi ini merupakan kewajiban yang penting untuk menghubungkan berbagai kegiatan. Pada era sebelum lahirnya UU Otonomi Daerah koordinasi sekalah dasar terutama dalam hal pengurusan dan pembinaan sekolah dilakukan oleh dua instansi yang berbeda. Hal ini meghasilkan temuan yang kurang sinkron. Penyebabnya adalah bidang kerja dan tanggung jawab dari instansi yang mengurus dan membina sekolah dasar dirasakan oleh para pelaksana pendididikan di sekolah belum proporsional. Sejak berlakunya otonomi daerah mestinya hal-hal yang sifatnya kesalahan dan ketidaksinkronan pengelolaan dan pembinaan bisa dieliminer bahkan hilangkan dan berganti menjadi pengefektifan koordinasi.
Pada tingkat sekolah dasar fungsi koordinasi mestinya dipegang kepala sekolah, menyangkut upaya kepala sekolah untuk menyelaraskan gerak langkah guru dalam melaksakan tugasnya, termasuk mengkoordinasikan system pembelajaran agar bisa berjalan efektif dan efisien, terjadinya komunikasi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan masyarakat sehingga tercipta suasana pembelajaran yang nyaman. Itu semua belum terrealisir dengan baik. Sehingga fungsi manajemen ini belum dapat menunjang pencapaian tujuan sekolah yng direncanakan secara keseluruhan. Koordinasi terpadu yang berorientasi pada tujuan sekolah belum optimal, secara umum masih berorientasi pada tujuan kelas.

6. Fungsi Pengendalian dan kontrol
Fungsi ini mencakup upaya kepala sekolah untuk :
a. Mengamati seluruh aspek dan unsur persiapan dan pelaksanaan program program kegiatan yang telah direncanakan.
b. Menilai sejauh mana kegiatan yang ada dapat mencapai sasaran.
c. Mengidentifikasi permasalahan.
d. Mencari pemecahan masalah
e. Mengujicobakan cara pemecahan masalah yang telah dipilih guna menghilangkan atau mengurangi kesenjangan antara harapan dan kenyataan tersebut.
Menurut Soewarno (1985) Fungsi pengendalian dan pengawasan merupakan kegiatan pemberian intruksi dan motivasi serta upaya untuk mengetahui bahwa hasil yang dilaksanakan sedapat mungkin sesuai yang direncanakan. Hal ini menyangkut penentuan standard, artinya membandingkan antara kenyataan dengan standard dan bila perlu mengadakan koreksi / pembetulan apabila dalam pelaksanaan proses pengelolaan kelas terdapat penyimpangan dari rencana .
Pengendalian terhadap sarana dan prasarana juga optimal dilakukan, ini tentunya karena tidak jelasnya perencanaan awal sehingga tidak pemah ada analisis baku yang bisa menyimpulkan kebutuhan sarana dan prasarana yang secara minimal dan efisen mampu menunjang proses belajar mengajar. Sehingga pengendaliannya menjadi tidak jelas baik menyangkut mekanismennya maupun tolok ukurnya.
Pengendalian dan kontrol pada proses belajar mengajar dilaksanakan dalam konteks rutinitas dan merupakan perintah dan sistem yang baku dengan melihat dari satu sisi saja yaitu nilai. Bila dilihat lebih rinci proses belajar mengajar sekolah dasar cenderung bersifat akademik karena menekankan pada penguasaan memorisasi. Proses belajar mengajar menjadi sangat rutin dan mekanistik karena bertujuan menguasai standard nasional. Keadaan ini menjadi parah lagi dengan adanya sistem evaluasi nasional yang cenderung menyamaratakan. Dilihat dari segi peningkatan mutu nasional dan pendekatan sentralistik mungkin efisien.
Berkaitan dengan pengendalian dan kontrol sangat membutuhkan berbagai macam standard, mulai dari standard kurikulum, sarana prasarana, guru, pengelola sekolah, proses belajar mengajar dan sebagainya, maka perlu kiranya dipikirkan adanya semacam tim gugus kendali mutu yang nantinya dapat membahas, mengkaji, dan membuat indikator-indikator standard yang dapat dijadikan acuan pengendalian dan kontrol sekaligus sebagai standard mutu lokal dalam upaya menciptakan suatu standardisasi mutu pengelolaan sekolah dasar Kabupaten Kendal. Tim kendali mutu sebenamya bisa memanfaatkan, mereposisi dan optimalisasi wadah yang sudah ada seperti Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan Kelompok Kerja Guru (KKG).
Indikator penting penentu mutu ialah relevansi dengan kebutuhan nyata. Pada pendekatan desentralistik mungkin bisa menyulitkan usaha pemerataan antar daerah pada level nasioani meski ada standard nasional. Namun demikian pengelola sekolah harus pandai mencari trobosan-trobosan dengan menggunakan prinsip kurikulum yang berbasis kompetensi dan berakar pada potensi lokal. Sehingga nampaknya perlu dikembangkan semacam Forum Pengembangan Pendidikan Tingkat Kecamtan yang mewadahi wakil-wakil kepala sekolah, orang tua siswa, penilik / pengawas dan tokoh masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan dan mengendalikan sumber daya pendididikan dalam lingkungan kecamatan.

7. Fungsi Inovasi
Fungsi inovasi menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan tindakan-tindakan atau usaha-usaha yang bersifat kreatif inovatif. Sekurang-kurangnya dapat memodifikasi cara-cara yang lebih baik yang telah ada, sehingga lahir suatu hal atau cara baru yang lebih baik dan efektifdan efesien.
Kepala sekolah dalam menjalankan fungsi inovasi perlu memperhatikan hal hal sebagai berikut:
a. Harus disadari bahwa sesuatu yang baru belum tentu lebih baik dari yang lama.
b. Jika mampu menemukan dan menciptakan suasuatu hal/cara yang baru, tak perlu memandang rendah yang lama.
c. Jika menyangkut hal-hal yang pokok seperti kurikulum nasional, pendekatan belajar mengajar yang baru, perlu dikonsultasikan kepada pihak yang berwenang (Depdikbud, 1996:18)
Selama ini, biasanya kegiatan inovasi dan eksperimen dilakukan secara terpusat oleh pemerintah pusat. Demikian pula proses diseminasi inovasi memerlukan sarana dan biaya yang cukup besar. Dalam pendekatan penyelengaraan pendidikan dasar yang sentralistik, proses inovasi dan diseminasi relatif lebih mudah dapat dilaksanakan. Sudah tentu pada tingkat sekolah atau lokal tidak tertutup peluang untuk mengadakan inovasi. Pada lembaga-lembaga pendidikan swasta yang justru mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk melaksanakan inovasi proses pembelajaran (Tilaar, 2001)
Kurangnya kesempatan yang diberikan kepala sekolah, guru sehingga mereka kurang dapat mengembangkan kompetensinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat kreatif, inovatif yang dapat berimbas pada lambatnya upaya pembaharuan pendidikan. Guru dalam mentransfer ilmu sebatas " sudah hafal ". Misalnya masih ada guru yang melaksanakan proses belajar mengajar tanpa memperhatikan batasan materi yang telah ditetapkan. Karena ada yang beranggapan meskipun kurikulum tersebut telah mengalami penyempumaan masih perlu diajarkan untuk mengantisipasi kalau dalam tes nantinya masih dimunculkan.
Inovasi pengembangan kurikulum juga perlu dipikirkan, sebab dengan adanya kesempatan untuk memasukkan muatan lokal, maka para pengelola sekolah dasar harus terus berfikir, berkreasi dan berinovasi menciptakan muatan-muatan lokal yang bedaya guna serta punya daya tarik serta daya saing yang tinggi. Bila penciptaan muatan lokal dapat efektifdan menarik maka tentunya keluaran yang dihasilkan akan mendapatkan suatu bekal dasar yang bermanfaat untuk dasar kemandirian dan kewirausahaan. Interaksi dengan siswa dan masyarakat menjadi semakin penting guna menunjang suksesnya penyelenggaraan materi muatan lokal tersebut, sebagai mana yang tertuang dalam MBS yang sedang digalakkan.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan penyelenggaraan sekolah dasar pada umumnya masih dilakukan secara pragmatis. Dengan kata lain dalam praktik manajemennya masih banyak terdapat permasalahan yang dihadapi, terutama masih terjadinya kesenjangan struktural, fungsional dan bihavior. Bila dilihat dari fungsi-fungsi manajemen pengelolaan sekolah secara umum pengelola sekolah belum menerapkan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan sekolah dasar secara optimal. Penyebabnya adalah para administrator maupun para manajer sekolah dasar tidak dipersiapkan secara profesional.
Perencaan menjadi komponen awal suatu pengelolaan sekolah menjadi sangat penting. Pengelola sekolah perlu membuat semacam rencana strategi yang menyeluruh sehingga arah dan tujuan sekolah dapat ter-monitor dan terlaksana dengan baik, karena dari perencanaan inilah semuanya dimulai, dan mau dibawa kemana sekolah ini. Perencanaan ini menyangkut sarana prasarana, tenaga, biaya dan bahan penunjang pembelajaran seperti buku-buku teks yang memang dirasa sangat kurang oleh siswa.
Kemampuan administrator sekolah dan guru-guru untuk melakukan manajemen professional dan melakukan perubahan dan pembaharuan dalam proses belajar mengajar masih lemah. Kegiatannya masih bersifat administratif dan rutinitas sehingga kegiatan yang bersifat edukatif menjadi kurang diperhatikan.
Demikian juga pembinaan yang diberikan sebagian besar penekananya pada aspek administratif dibandingkan aspek edukatif sehingga fungsi pembinaan itu sendiri belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Kreatifitas dan inovasi pengelola sekolah juga perlu ditingkatkan ini berkaitan dengan memberikan kemudahan peserta didik dalam memahami suatu bahan ajar sehingga tidak hanya dihafal tapi dapat dimengerti dengan baik. Upaya merangsang tumbuhnya kreasi dan inovasi perlu diberikan oleh para penentu dan pemegang kekuasaan pendidikan agar kreasi dan inovasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pengelolaan sekolah yang dilaksanakan dengan pola manajemen professional diharapkan dapat menciptakan suasana yang nyaman, menarik dengan fasilitas penunjang serta peraga atau metode yang tepat. Dengan demikian baik pengelola sekolah, pengelola kelas maupun siswa antusias dalam mentransfer pengetahuan yang efektif dan efisien. Pada akhir proses diharapkan mutu keluarannyapun dapat dipertanggung jawabkan.


B. Saran

1. Perlu diupayakan adanya pelatihan tentang manajemen pengelolaan sekolah dasar bagi para calon kepala sekolah atau kepala sekolah oleh pemerintah daerah agar para kepala sekolah nantinya benar-benar punya kamauan dan kemampuan sebagai administrator atau manajer yang professional dalam mengelola sekolah.
2. Perlu dibuat semacam Rencana Strategi Sekolah yang menyeluruh sehingga tujuan, visi, misi serta strategi untuk mencapai tujuan menjadi jelas. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan menjadi terukur dan tepat guna. Penting dalam jangka pendek ini adalah rencana penyediaan buku-buku teks bagi siswa agar siswa dapat lebih memahami dan mengembangkan nalarya tentang materi yang diberikan guru. Siswa tidak menjadi siswa penghafal materi yang diberikan guru dikelas.
3. Perlu adanya intensif dan fasilitas dari pemerintah daerah atau sumber dana lainnya dalam upaya menumbuh kembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengembangkan dan menciptakan alat peraga, metode pengajaran yang lebih baik.
4. Wadah yang sudah terbentuk seperti KKKS maupun KKG perlu dioptimalkan dan diefektifkan fungsinya terutama kegiatan-kegiatan kajian pada peningkatan kemampuan manajemen maupun peningkatan kualitas proses belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA


Danny M, 1993, Jurnal Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.
Djama'an S, 1993, Jurnal Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, Pengelolan Sekolah di Sekolah Dasar, Jakarta : Ditjen Dikdasmen.

Engkoswara, 1993, Jurnal Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Hilda Taba, 1962, Dalam Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Husaini U, 1993. Strategi Operasional Pengelolaan Pendidikan Dasar dalam Jurnal Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset


Soewamo S, 1985, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta : Gunung Agung.

Soenarko, 1991, Dalam Jurnal Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Tilaar H.A.R, 2002, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Zaenal Arifin. 2003. Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta. PT Grasindo Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design

MENJADI GURU PROFESIONAL













MENJADI GURU PROFESIONAL

Oleh :
Trubus Triyantono,S.Pd


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di era reformasi telah terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan dari sentarlisasi menjadi desentralisasi sesuai dengan semangat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999. Perubahan paradigma tersebut berpengaruh pada proses belajar mengajar di sekolah, seperti yang telah dirumuskan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 pasal 4 tentang Pendidikan Nasional adalah :
“Menciptakan kehidupan dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut di atas sekolah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kualitas pendidikan, menambah rasa percaya diri, sikap dan perilaku yang kreatif sehingga menghasilkan siswa-siswi yang berkualitas.
Tujuan pendidikan di Sekolah Dasar adalah mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar.
Kualitas mengajar guru mempunyai peranan “Menentukan” dalam mecapai tujuan yang ditetapkan. Untuk itu guru harus memiliki kompetensi atau kemampuan dalam melaksanakan tugasnya, memiliki kemampuan sikap dasar, yaitu pengetahuan, ketrampilan penguasaan kurikulum, materi atau bahan pelajaran, metode mengajar, tehnik evaluasi, komitmen terhadap tugas, disiplin yang tinggi dan profesioanal.
Perubahan paradigma dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi guru berperan sebagai fasilitator dan motivator yang mampu mengimplementasikan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) serta mampu mewujudkan perilaku mengajar yang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan perilaku belajar yang efektif. Sebagai pembelajar guru harus terus menerus meningkatkan kompetensi dan meningkatkan kualitas profesi.
Tiga pilar utama yang menunjukkan bahwa guru telah bekerja secara profesional dalam melaksanakan tugas kependidikan adalah :
a). menguasai materi pembelajaran.
b). profesional untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa.
c). berkepribadian matang.
Tiga pilar tersebut saling kait-mengait dan saling mendukung untuk meningkatkan kinerja pembelajaran. Kinerja pembelajaran menentukan tingkat keberhasilan dan kesesuaian hasil belajar siswa dengan tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan tingkat keberhasilan dan kesesuaian hasil belajar siswa dengan tujuan sangat dipengaruhi oleh kinerja guru.
Penguasaan materi pembelajaran merupakan kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam rangka mendukung ketercapaian kompetensi/ sub kompetensi secara efektif dan efisien. Sedangkan penyampaian materi pembelajaran yang baik dapat diartikan sebagai segala usaha guru untuk mengelola proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan (enjoy full learning), serta beraktivitas tinggi baik mental, phisik, sosial, maupun emosinya. Hal itu dapat dicapai jika didukung oleh kepribadian guru yang matang dan kesadaran untuk mengelola proses pembelajaran dengan mentaati dan menerapkan azas-azas didaktik dalam setiap momentum yang tepat.


B. PERMASALAHAN

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang lebih menuntut haknya dibanding melaksanakan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, dengan alasan berbagai macam banyak guru tidak/ kurang mau berusaha mengembangkan sikap dasarnya sebagai guru, sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah mengalami hambatan.
Beberapa ahli pendidikan mengatakan, bahwa betapapun bagusnya kurikulum, pelaksanaannya tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru. Jadi implementasi kurikulum tergantung pada kretivitas, kecakapan, kesungguhan, sikap dan ketekunan guru. Guru harus mampu memahami, menjabarkan dan mengoperasikan kurikulum. Guru harus mampu menjabarkan isi kurikulum ke dalam program-program yang lebih operasional dalam bentuk rencana tahunan, rencana bulanan, rencana mingguan, bahkan rencana harian dengan mengadakan persiapan mengajar sebelum melakukan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan situasi belajar yang, menggairahkan siswa, mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar dan bahkan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.
Akan tetapi kenyataannya di lapangan menunjukkan lain. Pada umumnya kemampuan guru yang berkenan dengan dikdaktis masih memprihatinkan. Para guru masih banyak menghadapi kesulitan dalam mengembangkan dikdaktis di depan kelas. Hal ini telah berimplikasi negatif terhadap pelaksanaan proses pembelajaran, serta berakibat langsung maupun tidak langsung terhadap rendahnya mutu tamatan sekolah.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa permasalahan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah faktor guru yaitu bagaimana para guru dapat bersikap profesional pada saat bekerja atau dengan kata lain bagaimana upaya kepala sekolah dalam membimbing dan mengarahkan para gurunya untuk dapat bersikap profesional pada saat di sekolah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KUALITAS MENGAJAR GURU
Kata kualitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996 : 533) berarti derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb). Mutu : yang sangat dibutuhkan tenaga-tenaga terampil yang tinggi mutunya. Sedangkan menurut Dody dan Armis Dolly dkk (1989 : 75) kata kualitas berarti mutu. Adapun kata guru adalah suatu pekerjaan/ profesi yang menunjukkan perilaku yang profesional dan sudah ditentukan adanya keahlian, tanggung jawab dan kesejawatan dimana hal itu merupakan jaminan akan adanya mutu layanan pada konsumen (Sunaryo Kartadinata dan Nyoman Dantes, 1997 : 142) kata mengajar berarti memberi pelajaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Kata tersebut memberi arti guru memberikan materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya kepada siswa.
Dari ketiga kata di atas kualitas mengajar guru adalah suatu pekerjaan profesi yang bermutu tinggi, terampil, memiliki suatu kepandaian, kecakapan yang dapat menunjukkan suatu pekerjaan profesional dan mumbutuhkan adanya kesejawatan dan jaminan akan adanya mutu layanan pada konsumen.

B. KEMAMPUAN DASAR DAN SIKAP GURU
Seorang guru didalam melaksanakan tugas harus memiliki kemampuan sikap dasar yang harus dikembangkan, yaitu :
1. Penguasaan Kurikulum
Guru harus mampu mengimplementasikan isi kurikulum ke dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maksudnya adalah bahwa seorang guru di dalam kegiatan belajar mengajar harus atau wajib menerapkan bahan kajian dan pelajaran yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan dikembangkan melalui pendidikan dasar.

2. Menguasai Materi Semua Mata Pelajaran
Guru mempunyai tugas mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Dihadapkan pada kenyataan semacam ini, guru dituntut untuk mampu menyampaikan bahan pelajaran, bahkan harus merasa yakin bahwa apa yang diusahakan untuk disampaikan pada siswa telah dikuasai dan dihayati secara mendalam. Guru harus selalu memperluas dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diuasahan dengan cara banyak membaca buku, surat kabar. Guru juga harus banyak mendengar (berita TV, radio) dan mengikuti perkembangan serta kemajuan terakhir tentang materi pelajaran yang akan disajikan. Dalam memberikan pelajaran guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dan pengelola proses belajar mengajar, sebagai pengajar ia harus membantu perkembangan anak didiknya untuk memahami dan menguasai ilmu pengetahuan. Jadi guru harus mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar pada berbagai kesempatan. Sebagai guru SD tidak hanya menguasai satu mata pelajaran, melainkan seluruh mata pelajaran sesuai dengan yang dimuat dalam isi kurikulum sebagai berikut :
a. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
b. Pendidikan Agama.
c. Bahasa Indonesia (termasuk mambaca dan menulis).
d. Matematika (termasuk berhitung).
e. Ilmu Pengetahuan Alam (Pengantar Sains dan Teknologi).
f. Ilmu Pengetahuan Sosial (Termasuk Ilmu Bumi, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum).
g. Kerajinan Tangan dan Kesenian (termasuk menggambar).
h. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
i. Bahasa Inggris.
j. Muatan Lokal.

3. Terampil Menggunakan Multi Metode Pembelajaran
Seorang guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bila menguasai dan mampu mengajar didepan kelas dengan menggunakan metode yang sesuai dengan pelajaran. Bahan pelajaran yang dikuasai belum tentu dapat dicerna oleh siswa bila tidak disampaikan dengan baik. Proses penyampaian ini memerlukan kecakapan khusus. Untuk itu perlu penguasaan guru terhadap penyampaian agar siswa tidak pasif, melainkan terlibat secara aktif dalam interaksi belajar mengajar. Penggunaan metode sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan kondisi siswa, sehingga siswa terangsang untuk terus belajar. Untuk itu guru hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang alat-alat dan media sehingga belajar mengajar. Juga ketrampilan untuk memilih dan menggunakan serta mengusahakan media dengan baik. Memilih media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode serta kemampuan guru dan minat siswa. Hal ini penting untuk diketahui karena metode mengajar bersifat individual. Yang artinya seorang guru mungkin dapat menggunakan suatu metode dengan baik sementara guru yang lain belum tentu demikian. Oleh karena itu penggunaan suatu metode ataupun perangkat peralatan tidak dapat dipaksakan pada seseorang dapat mencapai tujuan melalui tumbuhnya hubungan yang positif dengan para siswa.
Metode mengajar banyak sekali jenisnya, disebabkan karena metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya :
a. Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya.
b. Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya.
c. Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.
d. Fasilitas yang berbagai kwalitas dan kwatintasnya.
e. Pribadi guru serta kemampuan profesi yang berbeda-beda.
Secara umum metode-metode dapat digolongkan :
a. Ditinjau dari faktor guru.
1) Metode mengajar secara individual.
2) Metode mengajar secara kelompok.
b. Ditinjau dari faktor murid.
1) Metode mengajar terhadap individual.
2) Metode mengajar terhadap kelompok.
Tetapi didalam kenyataannya guru mempergunakan multi metode yang dianggap paling sesuai dengan tujuan, situasi dan lain-lain. Yang terpenting diperhatikan adalah batas-batas kebaikan dan kelemahan metode yang digunakan untruk merumuskan kesimpulan mengenai hasil evaluasi usahanya itu. Diantaranya adalah :
a. Metode Caramah
Ceramah adalah penerangan dan menuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dengan menggunakan alat bantu seperti gambar-gambar yang pokok adalah berbicara. Peranan murid dalam metode ceramah ialah mendengarkan dan mencatat pokok-pokok pelajaran yang dikemukakan oleh guru.
b. Metode Diskusi
Diskusi adalah aktivitas dalam kelompok siswa, berbicara saling bertukar informasi maupun pendapat tentang sebuah topik atau masalah, dimana setiap anak ingin mencari jawaban/ penyelesaian problem dari segala segi dan kemungkinan yang ada. Metode ini sangat efektif untuk melatih keberanian dan ketrampilan anak dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat.
c. Metode Tanya Jawab
Pertanyaan memberikan rangsangan untuk menggiatkan anak-anak berfikir. Pertanyaan timbul bila sesuatu tidak jelas dan mendorong seseorang berusaha untuk memahaminya.
d. Metode Latihan Sial (drill)
Latihan siap atau drill sangat sesuai untuk melatih ketrampilan mental. Latihan berhubungan dengan pembentukan kemahiran, kecakapan.
e. Metode Tugas (Resitasi)
Suatu metode mengajar dimana guru memberi tugas kepada siswa untuk diselesaikan dan dipertanggung jawabkan. Tugas itu berhubungan dengan bahan pengajaran yang telah dipelajari.
f. Metode Eksperimen
Eksperimen dapat digunakan baik dalam bidang pengetahuan alam maupun dalam bidang pengetahuan sosial atau kemasyarakatan dan dapat dilakukan baik di dalam laboratorium maupun diluar. Metode ini ada hubungannya yang erat dengan metode pemecahan masalah.
g. Metode Pemecahan Masalah
Metode sebagai pembinaan sikap ilmiah pada anak-anak. Dengan metode ini anak-anak belajar memecahkan suatu masalah menurut prosedur kerja metode ilmiah.
h. Metode Sosiodrama
Sosiodrama adalah semacam sandiwara atau dramatisasi tanpa skrit (bahan tertulis) tanpa latihan lebuh dahulu, tanpa menghafal, pokoknya adalah sesuatu masalah sosial yang bertalian dengan hubungan antar manusia. Jadi dilakukan secara spontan berdasarkan beberapa keterangan tertentu.
i. Metode Demonstrasi
Demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau orang lain suatu percobaan diperlihatkan kepada seluruh kelas.
j. Metode Kerja Kelompok
Metode mengajar untuk membawa siswa sebagai kelompok dan secara bersma-sama berusaha untuk memecahkan masalah atau melakukan seatu tugas. Kerja kelompok dapat berjangka panjang atau berjangka pendek.

k. Metode Karya Wisata
Metode mengajar yang pelaksanannya mengajak siswa untuk langsung mengamati obyek/ sasaran yang ada dilingkungannya sekitar. Metode ini dengan adanya unsur rekreasi.

4. Terampil Melaksanakan Penilaian (Evaluasi)
Penilaian merupakan bagian tak terpisahkan umpan balik bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar maupun bagi siswa sendiri dan orang tua siswa. Penilaian bermanfaat untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Dalam satu babakan belajar mengajar, guru hendaknya menjadi penilaian yang baik. Kesalahan atau kelemahan dalam penyusunan alat-alat penilaian, misalnya, penggunaan tes obyektif yang terus menerus mengakibatkan anak kurang bersungguh-sungguh dalam belajar. Penilaian di Sekolah hendaknya dilakukan secara obyektif, kontinyu, mempergunakan berbagai jenis yang bervariasi, dan mampu merangsang motivasi siswa untuk belajar. Tes-tes uraian perlu digunakan dalam ulangan harian untuk membiasakan siswa agar mampu mengungkapkan pikirannya. Penilaian yang benar adalah menilai apa yang harus dinilai menilai tujuan pembelajaran, misalnya : Jika tujuan pembelajaran berkaitan dengan perubahan tingkah laku tentang sikap, maka penilaiannya juga harus tentang sikap anak. Bukan ingatan atau pemahaman tentang sesuatu. Selanjutnya guru harus meneliti dan menelaah hasil evaluasi siswa, kemudian menentukan langkah selanjutnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program belajar mengajar.

5. Komitmen Guru Terhadap Tugasnya.
Ciri pokok profesionalisme adalah apabila seseorang memiliki komitmen yang mendalam terhadap tugasnya. Kecintaan terhadap tugas diwujudkan dalam bentuk curahan, tenaga, waktu dan pikiran. Dalam mengemban tugas ini guru hendaknya mampu melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Guru hendaknya mencintai tugas dan tanggung jawabnya. Kecintaan terhadap tugas akan membangkitkan gairah dan ketulusan kerja.
b. Guru jangan ingin berkuasa, dan secara otoriter memaksa anak patuh akan segala sesuatu yang dipertahankan. Dibawah guru yang otoriter suasana kelas menjadi tegang dan sering diliputi oleh rasa takut.
c. Guru hendaknya konsekwen. Janganlah guru diombang-ambingkan oleh perasaannya, kalau merasa senang bersifat lunak, kalau merasa murung bersifat keras. Itu sebabnya guru harus berhati-hati mengeluarkan peraturan, agar dapat berpegang teguh kepada peraturan itu. Akan tetapi konsekwen tidak berarti, bahwa kita harus mempertahan kan peraturan yang ternyata merugikan. Sekalipun kita konsekwen kita harus pula terbuka bagi perbakan.
d. Guru harus mewujudkan rasa percaya dirinya. Anak-anak ingin perlindungan dari rasa aman. Kelemahan dan keragu-raguannya dalam batin, tak perlu diperhatikan pada anak.
e. Guru ingin membesarkan-besarkan soal yang dapat diselesaikan secara arif. Kesalahan anak kecil dapat dilewatkan begitu saja. Terlapau rewel akan hal-hal kecil akan menimbulkan kejengkelan pada anak.
f. Guru jangan menaruh dendam. Apa yang sduah dipecahkan hendaknya dianggap selesai. Anak jangan merasa dibenci oleh guru karena pernah melakukan kesalahan.
g. Guru jangan memberi janji yang tidak mungkin dapat ditepati juga tidak perlu memaksa anak berjanji akan memperbaiki kelaukannya. Mengubah kelakuan tidak mudah dan memerlukan waktu dan bimbingan.
h. Guru jangan mengancam anak.
i. Guru jangan terlalu rewel, membentak dan menggunakan kata-kata kasar.
j. Guru hendaknya mempunyai rasa humor yang berarti mempunyai sikap obyektif.
k. Guru hendaknya pandai bergaul dengan anak, tetapi jangan sampai menghilangkan rasa hormat anak terhadapnya. Guru adalah orang dewasa yang harus membimbing anak ke arah kedewasaan.
l. Guru kelas harus menghormati pribadi setiap anak, lepas dari kedudukan orang tuanya, kepandaiannya, agama, kesukaan atau kelakuannya. Anak diperlakukan sama tanpa mengenal anak emas.
m. Guru hendaknya menerima anak menurut keadaan, watak, dan kesanggupan masing-masing. Anak merupakan individu yang khas, berhak memelihara kepribadiannya sendiri sebagai pendidikan guru harus dapat dan wajib mewujudkan sifat-sifat yang luhur pada dirinya.

6. Disiplin Dalam Arti Luas
Pendidikan adalah suatu proses yang direncanakan agar siswa tumbuh dan berkembang melalui kegiatan belajar. Guru sebagai pendidik dengan sengaja mempengaruhi arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Namun kuat lemahnya pengaruh itu sangat bergantung pada usaha disiplin yang ditetapkan dan dicontohkan oleh guru.
Disiplin kelas merupakan hal yang penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan kelas dari seorang guru. Itu merupakan suatu kriteria penting dalam menilai kualitas atau mutu kepemimpinan seorang guru.
a. Pengertian disiplin kelas
b. Cara/ tekhnik membina disiplin kelas
1) Pendekatan
a) Pemberian bimbingan dan penyuluhan pada siswa untuk memahami dan mengenal diri sendiri. Sehingga mereka dapat mengembangkan pola-pola tingkah laku yang baik ke arah pembinaan diri sendiri.
b) Evaluasi pada diri pribadi yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengavaluasi tingkah lakunya berdasarkan peraturan tata tertib yang telah ditetapkan.
2) Tehnik-Tehnik yang digunakan
a) Taknik keteladanan guru
Guru memberikan contoh teladan sikap dan perilaku yang baik pada siswa.
b) Teknik bimbingan guru.
Guru memberi bimbingan dan penyuluhan untuk meningkatkan kedisiplinan para siswa.
c) Teknik pengawasan bersama
Kesadaran akan tujuan bersama guru dan siswa menerimanya sebagai pengendali.
Beberapa upaya yang dilakukan dalam pembinaan disiplin sebagai berikut :
(1) Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
(2) Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
(3) Membina organisasi kelas secara demokratis.
(4) Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri/ mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
(5) Membiasakan siswa untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuannya.
(6) Memberikan dorongan pada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan.
Semua itu berhasil apabila guru dapat mendisiplinkan diri sebelum mendisiplinkan siswanya.
Tanpa disiplin tujuan pendidikan dan pengajaran tidak akan tercapai. Seorang guru harus mampu menciptakan disiplin yang baik di dalam kelasnya. Tunduk kepada peraturan. Dengan disiplin yang tinggi usaha untuk mengatur dan mengontrol kelakuan anak didik guna mencapai tujuan pendidikan lebih mudah (Depdiknas, 1997 : 4-8).

C. PERSIAPAN PENGAJARAN
Agar proses belajar mengajar berjalan efektif, terarah dan tujuan belajar mengajar tercapai dengan baik maka seorang guru harus menyusun beragam persiapan mengajar yang tertuang dalam kurikulum Pendidikan Dasar (Team Dikdaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1981 : 125).
1. Perencanaan Mengajar
a. Persiapan terhadap situasi umum.
Sebelum mengajar guru hendaknya sudah memiliki pengetahuan akan situasi umum yang akan dihadapi, misalnya : situasi tempat, suasana ruang kelas, dll, sehingga bisa membuat perkiraan terhadap variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi proses pengajaran.
b. Persiapan terhadap murid yang hendak dihadapi.
Guru harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai keadaan murid-muridnya yang akan dihadapinya secara utuh terutama taraf kematangan dan pengatahuan (bahan-bahan apersepsi) serta sifat-sifat khusus masing-masing muridnya. Sehingga guru akan dapat menyusun isi dan urutan bahan pelajaran yang dapat menarik minat murid.
c. Persiapan terhadap tujuan pelajaran yang hendak dicapai.
Sebelum mengajar guru harus merumuskan tujuan pelajaran atau tujuan Instruksional yang hendak dicapai bersama siswa-siswa. Guru harus merumuskan tujuan itu secara khusus, konkrit, rill dan terbatas untuk kepentingan pertumbuhan anak, perubahan tingkah laku siswa yang diharapkan, yaitu : pengetahuan, kecakapan, ketrampilan atau sikap-sikap tertentu yang konkrit dan bisa diukur dengan alat evaluasi.
d. Persiapan akan bahan pelajaran yang akan diajarkan.
Sebelum mengajarkan guru harus menyiapkan bahan pelajaran secara luas dan urut untuk disajikan kepada murid-murid dengan memperhitungkan situasi umum, keadaan murid, serta jumlah jam pelajaran yang tersedia.
e. Persiapan tentang motode-metode yang hendak dipakai.
Setiap kali guru hendak mengajar harus dapat menetapkan metode yang akan dipakai agar bisa berlangsung proses pengajaran yang lancar, baik dan efektif.
f. Persiapan dalam penggunaan alat-alat peraga.
Dalam setiap proses interaksi pengajaran dibutuhkan esuatu yang berfungsi sebagai alat bantu atau media untuk mempertinggi mutu dan efek komunikasi verbal, yaitu penjelasan guru. Penggunaan setiap jenis alat peraga pengajaran harus diintegrasikan secara fungsional ke dalam pemakaian jenis metode mengajar yang sesuai dengan sifat yang khusus dari bahan pelajaran tertentu.

g. Persiapan dalam jenis teknik evaluasi.
Evaluasi merupakan suatu unsur didalam proses mengajar guru dan proses belajar murid-murid. Untuk itu penilaian atau evaluasi terhadap hasil interaksi pengajaran hendaknya dilakukan dalam dua bidang/ aspek, yaitu aspek mengajar (guru) dan aspek belajar (murid). Sebab interaksi pengajaran yang berhasil dengan baik adalah interaksi yang memenuhi tujuan baik ditinjau dari segi guru maupun segi murid.
2. Perumusan Tujuan Pengajaran
Mengajar dan mendidik adalah suatu kegiatan atau proses yang bertujuan, yaitu suatu proses kegiatan yang selalu terikat oleh tujuan, terarah pada tujuan dan dilaksanakan demi tercapainya tujuan. Taraf pencapaian tujuan pengajaran atau tujuan instruksional merupakan petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan edukatif yaitu kegiatan interaksi mengajar belajar harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan. Untuk itu guru sebelum mengajar di depan kelas terlebih dulu merumuskan tujuan instruksional adalah merupakan rumusan tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh murid, setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu. Adapun tujuan instruksional itu ditiadakan lagi atas :
a. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.

b. Indikator
Yaitu sesuatu yang dapat memberikan (petunjuk) atau keterangan atau tujuan khusus pembelajaran yang hendak di capai.

3. Penyusunan Program Pengajaran
Dengan rencana/ Program yang matang, teliti dan tepat dapatlah tercapai tujuan pengajaran secara efektif sebagai suatu sistem, pengajaran mengandung sejumlah komponen antara lain : materi pelajaran, metode, alat dan evaluasi. Yang kesemuannya saling berkaitan untuk mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan. Agar tujuan pengajaran tercapai, maka semua komponen yang ada didalamnya harus diorganisir secara harmonis. Dalam prosedur memberikan pelajaran mengenai sesuatu topik tertentu, maka setiap guru perlu mengikuti 5 langkah sesuai dengan lima komponen tersebut di atas, dalam rangka menyusun model pelajaran yang tertulis pada buku persiapan mengajar sebagai berikut :
a. Langkah 1, merumuskan kompetensi dasar.
b. Langkah 2, menyusun alat evaluasi.
c. Langkah 3, menetapkan materi pelajaran.
d. Langkah 4, merencanakan program kegiatan mengajar.
e. Langkah 5, melaksanakan program.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tingkat keberhasilan pembelajaran amat dipengaruhi sikap profesionalisme guru. Penerapannya profesi yang berkaitan erat dengan kompetensi atau kemampuannya dalam melaksanakan tugas yang terdiri dari penguasaan kurikulum, materi, metode mengajar, tehnik evaluasi, komitmen dan displin akan berimplikasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran Kompetensi guru harus dikembangkan secara teru-menerus.
Guru yang baik adalah guru yang berhasil dalam mengajar mampu mempersiapkan siswa mampu mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Untuk membawa siswa mencapai tujuan itu, setiap guru perlu memiliki berbagai kemampuan atau kualifikasi profesional. Guru yang profesional mampu melakukan tugas-tugas mendidik (untuk mengembangkan kemampuan berfikir), dan melatih (untuk mengembangkan ketrampilan siswa).
Guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya pasti harus menguasai, menghayati dan menerapkan secara tepat azas dikdatik dalam dan mengelola pembelajaran sehingga sesuai dengan karakteristik kompetensi/ kompetensi yang di ajarkan kepada siswa.

B. SARAN
Agar guru mampu bersikap profesional maka guru harus selalu meningkatkan kompetensinya. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mandiri, membahas dengan kolega, atau mendiskusikannya dengan nara sumber (dapat dilakukan dalam KKG) merupakan langkah pragmatis dan progresif. Untuk meningkatkan kemampuan guru diharapkan melengkapinya dengan referensi yang relevan.


DAFTAR PUSTAKA

Erman Suherman. Drs, M.Pd. Strategi Belajar Mengajar Matematika Depdikbud, Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III, Jakarta, 1993.

BSNP. 2006. Standar Isi SD/MI. Jakarta.

S. Nasution, Drs. MA, Dr. Prof, Dikdaktik Azas-azas Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta 2000.

Sukardjono, Drs. M.Pd. Inovasi Penerangan CBSA dalam Pengajaran Matematika SMU, PPPG Matematika, Yogyakarta, 1999.

Sadiman. Arief S. dkk (1986). Media Pendidikan : Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta : Pustekom dan CW Rajawali.

Sudjarwo (ed) (1988). Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar Jakarta : Medialama Sarana Perkasa. Baca Selanjutnya..
Labels : news investment systems Anti Vir free template car body design